Jakarta, Elaeis.co – Selain menjadi produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, Indonesia juga menghasilkan minyak jelantah yang cukup melimpah. Bahkan minyak bekas penggorengan itu sudah diekspor ke luar negeri.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, menyebutkan, konsumsi minyak goreng di Indonesia pada 2019 mencapai 16,2 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, minyak jelantah yang terkumpul sebesar 3 juta kiloliter, di mana 1,6 juta kiloliter berasal dari rumah tangga perkotaan besar.
Dari total 3 juta kiloliter minyak jelantah yang ada, sebanyak 2,43 juta kiloliter dijadikan minyak goreng daur ulang dan dijual kembali ke pasar. Adapun 570.000 kiloliter sisanya digunakan untuk biodiesel dan kebutuhan lainnya.
Di tahun 2019, sambungnya, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 184.090 kiloliter dengan nilai sebesar US$ 90,23 juta. Belanda menjadi tujuan ekspor utama minyak jelantah dengan nilai sebesar US$ 23,6 juta, disusul oleh Singapura sebesar US$ 22,3 juta, Korea Selatan sebesar US$ 10,6 juta, Malaysia sebesar US$ 10,5 juta, dan China sebesar US$3,6 juta.
Belanda dan Singapura, katanya, menjadikan minyak jelantah dari Indonesia sebagai bahan baku biodiesel untuk kendaraan. “Minyak jelantah mengandung senyawa karsinogenik yang berbahaya bagi kesehatan. Jadi, harusnya memang untuk biodiesel, bukan untuk bahan baku industri makanan, termasuk dioplos kembali jadi minyak goreng,” kata Musdhalifah, dikutip Kontan.co.id, kemarin.
Ia menambahkan, selain biodiesel, minyak jelantah juga dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.
Erliza Hambali, peneliti sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) menambahkan, negara-negara maju, khususnya Eropa, menganggap minyak jelantah sebagai generasi kedua biodiesel. Kebutuhan minyak jelantah di Eropa mencapai 3 juta ton per tahun.
Produsen biodiesel di Eropa pun berkesempatan mendapat insentif jika memanfaatkan biodiesel dari minyak jelantah. “Makanya Eropa impor minyak jelantah cukup banyak dengan harga yang mahal pula,” katanya.
Berdasarkan data International Council on Clean Transportation (ICCT), harga minyak jelantah di Indonesia cukup bervariasi, tergantung pada lokasi dan jenis pembelinya. Untuk ekspor, minyak jelantah dihargai sebesar Rp 5,000/liter di Bali dan Rp 7.000/liter di Jakarta.
Harga minyak jelantah untuk ekspor tampak lebih tinggi ketimbang harga komoditas yang sama untuk pembeli produsen biodiesel. Sebagai contoh, di Bali harga minyak jelantah untuk kategori ini tercatat sebesar Rp 2.500/liter, sedangkan di Makassar harganya berada di level Rp 3.500/liter. Adapun di Jawa Barat harga minyak jelantah untuk kategori tersebut berkisar Rp 3.500/liter hingga Rp 7.000/liter.
Menurut Erliza, kolektor minyak jelantah untuk biodiesel di Indonesia terdiri dari NGO, badan usaha, dan komunitas desa. Di antaranya adalah CV Artha Metro Oil (Jakarta dan Sidoarjo), Belijelantah.com (Jakarta), BUMDes Panggung Lestari (Bantul), Lengis Hijau (Denpasar), BUMDes Berkah Bersama (Tabalong), KSM Ramah Lingkungan (Tarakan), Jelantah4Change (Balikpapan), dan GenOil (Makassar).
Reporter : Rizal
Editor : Rizal
Add a Comment